Identitas Artikel
Judul: Neoliberalism Within Psychology Higher Education in Indonesia: A Critical Analysis
Penulis: Teguh Wijaya
Tahun Terbit : 2016
Penerbit: Anima Indonesian Psychological Journal
DOI: http://dx.doi.org/10.24123/aipj.v32i1.579
Artikel yang ditulis oleh Teguh Wijaya Mulya, seorang dosen psikologi dari Universitas Surabaya, mengulas tentang hegemoni neoliberalisme sebagai prinsip dasar dalam pengorganisasian dalam ranah politik, ekonomi, dan sosial secara global yang dominan pada saat ini. Tulisan ini memfokuskan wacana neoliberalisme dalam praksis pendidikan tinggi psikologi di Indonesia. Hal yang menarik adalah tulisan ini didasarkan pada analisis kritis terhadap dokumen kebijakan yang dikeluarkan oleh otoritas pendidikan yang berwenang seperti AP2TPI (Asosiasi Penyelenggara), Dirjen DIKTI, dan BAN-PT, serta refleksi kritis penulis yang berkarir selama 10 tahun sebagai seorang dosen psikologi di sebuah universitas di Indonesia.
Neoliberalisme dalam pendidikan tinggi Indonesia: Bagaimana bisa terjadi?
Temuan yang paling mendasar dari penelitian adalah dapat mengungkap bahwa wacana neoliberal, yang ditandai oleh standarisasi, kompetitivitas, dan orientasi pasar, telah meresap ke dalam pendidikan tinggi psikologi di Indonesia. Berbagai macam dokumen kebijakan pendidikan, utamanya yang berkaitan dengan praktik pendidikan tinggi psikologi, mencerminkan integrasi yang sistematis prinsip-prinsip neoliberal. Kurikulum yang distandarisasi dan proses evaluasi didorong oleh pendekatan berorientasi pasar merupakan tema dominan dalam kebijakan pendidikan yang neoliberal di Indonesia. Kebijakan ini tidak hanya mempengaruhi kerangka pendidikan yang dipraktikan, tetapi juga memengaruhi mahasiswa, lulusan, dosen yang terlibat dalam disiplin psikologi.
Dampak pada Mahasiswa, Lulusan, dan Dosen Psikologi
Dengan meyakinkan, penulis berargumen bahwa wacana neoliberal dalam pendidikan psikologi berkontribusi pada terciptanya individu yang mewakili karakteristik kompetitif, berorientasi pada hasil, dan berorientasi pada pasar. Konsekuensi dari hal ini adalah tercerabutnya nilai-nilai tradisional pembelajaran yang demokratis, manusiawi, dan organik yang digantikan oleh pendekatan yang mekanistik, terstandarisasi, dan ‘sekadar mencentang kotak’ (merujuk pada penulis).
Tekanan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan pasar dan menghasilkan lulusan dengan keunggulan kompetitif membentuk sebuah kultur yang mana kesuksesan akademik diukur oleh metrik yang telah ditentukan sehingga konsekuensinya adalah matinya kreativitas dan pemikiran kritis. Alhasil, fokus pencapaian yang dapat diukur seolah-olah mengabaikan aspek-aspek yang halus dan kontekstual dalam pembelajaran psikologi. Semua hal digeser menuju kompetitivitas yang selaras dengan selera pasar.
Pengalaman pribadi penulis sebagai dosen juga disampaikan sebagai bagian pokok dari argumentasi tulisan ini. Para dosen merasa terdorong untuk memprioritaskan penyampaian konten yang selaras dengan tuntutan pasar daripada membina pemahaman yang mendalam dan komprehensif terhadap materi pembelajaran. Artinya, hal ini merupakan implikasi nyata para pendidik di psikologi untuk merekayasa kerangka pendidikan yang lagi-lagi harus selaras dengan kepentingan pasar tenaga kerja sehingga terdapat pertentangan antara memenuhi harapan pasar atau menjaga integritas akademik.
Epilog: Perlunya alternatif dalam pendidikan psikologi saat ini
Artikel ini memberikan perspektif yang tajam mengenai dampak neoliberalisme pada pendidikan tinggi, khususnya dalam bidang psikologi di Indonesia. Melalui artikel ini, perlu bagi kita sebagai pembaca untuk merefleksikan tentang perlunya evaluasi ulang terhadap kondisi pendidikan psikologi di Indonesia saat ini sembari mengadvokasi ulang pendekatan yang lebih seimbang yang mempertahankan nilai-nilai inti disiplin psikologi sambil mengakui tuntutan pada lanskap global yang terus berkembang pesat.
Penulis: Bintang Sasmita Wicaksana
Editor: Abdul Khair