Imparo.net

Membangun Keluarga Tangguh di Era Digital: Tantangan dan Solusi dalam Dialog Revolusi Mental

Sebuah dialog bertajuk “Edukasi Keluarga dan Kesehatan Mental Keluarga Tangguh” dihadiri puluhan mahasiswa dan masyarakat umum di Kampung Mahasiswa, Malang, untuk menggali isu ketahanan keluarga di tengah derasnya arus digitalisasi. Diselenggarakan pada 28 Oktober, acara ini menghadirkan empat pemateri ahli dari bidang psikologi, pendidikan keluarga, dan kesehatan mental yang membuka wawasan pentingnya kesehatan mental keluarga dalam membangun ketangguhan di era modern.

Membuka sesi, Ahmad Saufi, Asisten Deputi Revolusi Mental Kemenko PMK, menggambarkan kondisi keluarga Indonesia yang masih minim kesadaran tentang kesehatan mental. Berdasarkan data BKKBN 2023, Saufi mengungkapkan, “Kesadaran masyarakat masih rendah dalam memahami pentingnya kesehatan mental keluarga.” Ia juga menyoroti tingginya angka perkawinan anak yang menjadi kendala besar bagi keluarga tangguh, menekankan bahwa usia dan kesiapan mental menjadi pondasi penting bagi orang tua dalam menghadapi tantangan era digital.

Dalam diskusi tentang pengaruh digitalisasi pada anak-anak, Saufi mengingatkan peran vital pendampingan orang tua dalam penggunaan gawai. “Mendampingi anak menggunakan teknologi dengan bijak adalah upaya kita mencegah paparan negatif dunia digital,” jelasnya.

Pembahasan dilanjutkan oleh Sri Retno Yuliani, psikolog sekaligus aktivis pendidikan inklusi, yang menekankan bahwa ketangguhan keluarga dibangun dari kesehatan mental setiap anggotanya. “Keluarga yang tangguh mampu bertahan di tengah krisis, dan ini dimulai dari komunikasi positif di antara anggotanya,” katanya.

Retno menekankan betapa pentingnya menciptakan lingkungan yang mendukung di dalam rumah, dengan apresiasi dan komunikasi yang sehat sebagai kunci. Data terbaru mengungkapkan bahwa satu dari tiga orang di Indonesia menghadapi masalah kesehatan mental—sebuah fakta yang mendesak peran aktif keluarga.

Antonius Widyono Utomo, Kepala Bidang Hukum dan Etik RSU UMM, turut menyumbangkan pandangan dari perspektif agama. Ia menjelaskan bahwa nilai-nilai kasih sayang dan dukungan dalam keluarga sangat penting bagi ketenangan jiwa dan kesehatan mental. “Komunikasi yang baik dan sikap saling mendukung menjadi landasan kokoh bagi kesehatan mental keluarga,” ujarnya, mengutip nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an.

Pandangan mengenai ketahanan keluarga juga dikupas dari perspektif pernikahan oleh Tsalis Rifa’i, Ketua PDM Kota Batu. Menurutnya, pernikahan dalam Islam adalah ikatan kuat yang menuntut komitmen dari kedua pihak. “Musyawarah adalah elemen penting dalam keluarga untuk menyelesaikan masalah,” ungkapnya, mengutip QS. An-Nisa: 21 yang menegaskan pentingnya kasih sayang dan pemahaman mendalam dalam hubungan suami istri.

Di sesi penutup, Eviatun Khaeriah, praktisi pendidikan keluarga, menyoroti kebutuhan khusus remaja dalam menemukan identitas diri. “Masa remaja adalah fase kritis yang membutuhkan bimbingan dari keluarga,” jelasnya. Ia menekankan bahwa ketangguhan keluarga terlihat dari kemampuannya menghadapi masalah secara bersama-sama. “Keluarga yang tangguh bukan berarti tanpa masalah, tetapi mampu mengatasinya dengan bijak dan saling mendukung,” katanya.

Diskusi ini tidak hanya membuka wawasan, tetapi juga menjadi langkah awal dalam upaya revolusi mental untuk membangun keluarga-keluarga Indonesia yang lebih kuat dan siap menghadapi perubahan sosial di era digital.

Kontributor: M. Rizqi Ulin N.

Editor: Abdul Khair

Terbaru

Terpopuler

  • donasi-imparo